Seanggun Wanita Pemalu
00.37
WI Pulau Buru
No comments
Malu adalah akhlak yang menghiasi perilaku manusia dengan cahaya dan keanggunan yang ada padanya. Inilah akhlak terpuji yang ada pada diri seorang lelaki dan fitrah yang mengkarakter pada diri setiap wanita. Sehingga, sangat tidak masuk akal jika ada wanita yang tidak ada rasa malu sedikitpun dalam dirinya. Rasa manis seorang wanita salah satunya adalah buah dari adanya sifat malu dalam dirinya.
Rasa malu merupakan bagian dari keimanan bahkan dia merupakan salah satu indikator tinggi rendahnya keimanan seorang muslim. Karenanya, manusia yang paling beriman -yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam- adalah manusia yang paling pemalu, bahkan melebihi malunya para wanita yang dalam pingitan.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang sangat pemalu, lebih pemalu dari gadis pingitan. Apabila beliau tidak menyenangi sesuatu, maka kami dapat mengetahuinya di wajah beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 6119 dan Muslim no. 2320)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari iman”. (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 50)
Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk menghiasi diri dengan sifat malu. Dari mana sebenarnya energi sifat malu bisa kita miliki? Sumber sifat malu adalah dari pengetahuan kita tentang keagungan Allah. Sifat malu akan muncul dalam diri kita jika kita menghayati betul bahwa Allah itu Maha Mengetahui, Allah itu Maha Melihat. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Penglihatan Allah. Segala lintasan pikiran, niat yang terbersit dalam hati kita, semua diketahui oleh Allah Ta’ala.
Jadi, sumber sifat malu adalah muraqabatullah(merasa diawasi Allah) sifat itu hadir setika kita merasa di bawah pantauan Allah Ta’ala. Dengan kata lain, ketika kita dalam kondisi ihsan, sifat malu ada dalam diri kita. Apa itu ihsan? “Engkau menyembah Allah seakan melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” begitu jawaban Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atas pertanyaan Jibril tentang ihsan.
Bro and sis, Ingat! Peliharalah Rasa Malu. Jangan jadi pemalu dalam kebaikan.
Pemalu (khajal) adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang berlebihan. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seorang muslimah untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seorang muslimah untuk belajar dan mencari ilmu. Contohlah Ummu Sulaim Al-Anshariyah.
Dari Zainab binti Abi Salamah, dari Ummu Salamah Ummu Mukminin berkata, “Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, menemui Rasulullah saw. seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran. Apakah seorang wanita harus mandi bila bermimpi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, bila ia melihat air (keluar dari kemaluannya karena mimpi).’” (HR. Bukhari dalam Kitab Ghusl, hadits nomor 273)
Saat ini banyak muslimah yang salah menempatkan rasa malu. Apalagi situasi pergaulan pria-wanita saat ini begitu ikhtilath (campur baur). Ketika ada lelaki yang menyentuh atau mengulurkan tangan mengajak salaman, seorang muslimah dengan ringan menyambutnya. Ketika kita tanya, mereka menjawab, “Saya malu menolaknya.” Bagaimana jika cara bersalamannya dengan bentuk cipika-cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri)? “Ya abis gimana lagi. Ntar dibilang gak gaul. Kan tengsin (malu)!”
Bahkan ketika dilecehkan oleh tangan-tangan jahil di kendaraan umum, tidak sedikit muslimah yang diam tak bersuara. Ketika kita tanya kenapa tidak berteriak atau menghardik lelaki jahil itu, jawabnya, sekali lagi, saya malu.
Jelas itu penempatan rasa malu yang salah. Tapi, anehnya tidak sedikit muslimah yang lupa akan rasa malu saat mengenakan rok mini. Betul kepala ditutupi oleh jilbab kecil, tapi busana ketat yang diapai menonjolkan lekak-lekuk tubuh. Betul mereka berpakaian, tapi hakikatnya telanjang. Jika dulu underwear adalah busana sangat pribadi, kini menjadi bagian gaya yang setiap orang bisa lihat tanpa rona merah di pipi.
Begitulah jika urat malu sudah hilang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
“Sesungguhnya di antara ucapan yang diperoleh manusia dari kenabian yang pertama adalah: Jika kamu tidak mempunyai rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Al-Bukhari no. 6120)
Ada tiga pemahaman atas sabda Rasulullah itu.
Pertama, berupa ancaman. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala yang artinya: “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushhdilat: 40).
Kedua, perkataan Nabi itu memberitakan tentang kondisi orang yang tidak punya malu. Mereka bisa melakukan apa saja karena tidak punya standar moral. Tidak punya aturan.
Ketiga, hadits ini berisi perintah Rasulullah saw. kepada kita untuk bersikap wara’. Jadi, kita menangkap makna yang tersirat bahwa Rasulullah berkata, apa kamu tidak malu melakukannya? Kalau malu, menghindarlah!
Wanita yang beriman adalah wanita yang memiliki sifat malu. Sifat malu tampak pada cara dia berbusana. Ia menggunakan busana takwa, yaitu busana yang menutupi auratnya. Para ulama sepakat bahwa aurat seorang wanita di hadapan pria adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan.
Ibnu Katsir berkata, “Pada zaman jahiliyah dahulu, sebagian kaum wanitanya berjalan di tengah kaum lelaki dengan belahan dada tanpa penutup. Dan mungkin saja mereka juga memperlihatkan leher, rambut, dan telinga mereka. Maka Allah memerintahkan wanita muslimah agar menutupi bagian-bagian tersebut.”
Menundukkan pandangan juga bagian dari rasa malu. Sebab, mata memiliki sejuta bahasa. Kerlingan, tatapan sendu, dan isyarat lainnya yang membuat berjuta rasa di dada seorang lelaki. Setiap wanita memiliki pandangan mata yang setajam anak panah dan setiap lelaki paham akan pesan yang dimaksud oleh pandangan itu. Karena itu, Allah Ta’ala memerintahahkan kepada lelaki dan wanita untuk menundukkan sebagaian pandangan mereka.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, ….. (An Nuur:31)
Wanita pemalu seakan telah menjadi ‘makhluk langka’. Mengentalnya budaya buka aurat di kalangan kaum wanita masa kini yang begitu merebak adalah cermin luruhnya rasa malu. Fenomena ikhtilat(campur baur) yang membuat iman tersayat, budaya pacaran dan pergaulan bebas yang membuat ‘iffah (kesucian diri) terhempas, juga adegan-adegan porno yang dipertontonkan secara sembrono dan sungguh memalukan, merupakan potret buram runtuhnya sifat malu (الْحَيَاءُ) dalam sanubari manusia masa kini. Dan, ini sungguh memilukan hati!!
Allah Ta‘ala berfirman, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan ‘pakaian takwa’ itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (Al-A‘raf [7] : 26). Dalam menafsirkan ayat ini, Ma‘bad Al-Juhanniy mengatakan, “Yang dimaksud dengan ‘pakaian takwa’ adalah rasa malu.” Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Malu adalah takwa yang paling ringan. Tidaklah seorang hamba itu takut sampai dia malu. Dan tidaklah orang-orang yang bertakwa itu masuk ke dalam takwa melainkan dari pintu malu.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wasallam- pernah bersabda, “Malu dan iman itu adalah dua sejoli. Jika salah satunya dicabut, maka yang satunya pun akan tercabut.” (HR. Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahihul Jami‘ish Shaghir, hadits no. 3195)
Lalu, komentar apa yang kiranya akan meluncur dari bibir kita, tatkala menyaksikan sebagian saudari-saudari muslimah kita yang sampai saat ini masih suka mengumbar auratnya di depan khalayak? Bagian-bagian tubuh yang indah yang seharusnya dijaga keindahannya dalam balutan busana jilbab itu, tapi malah dipamerkan secara memalukan. Apa pula yang akan kita katakan terhadap kaum wanita yang tanpa malunya menjalin hubungan mesum dengan laki-laki, bahkan itu dipertontonkan secara vulgar? Malu dan iman itu terjalin dalam satu simpul yang erat. Jika salah satunya luruh, maka yang lainnya pun ikut luruh. Sungguh, rasa malu telah hilang dari hati mereka. Dan mereka pun kehilangan iman?
Betapa Anggunnya Wanita Pemalu
Al-Quran telah menampilkan anggunnya akhlak malu yang dimiliki oleh dua puteri Nabi Syu‘aib –alaihissalaam-. Keduanya keluar dari rumah yang mulia, penuh dengan sifat ‘iffah, kesucian, penjagaan, dan didikan yang baik. Allah Ta‘ala berfirman, “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu-malu, ia berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami’…” (Al-Qashash [28] : 25)
Putri Nabi Syu‘aib itu berjalan dengan malu-malu, karena harus berbicara dengan lelaki yang bukan mahram. Malunya seorang anak perempuan yang mulia yang merupakan buah dari tarbiyah(didikan) yang baik. ‘Umar bin Khaththab –Radhiyallahu ‘Anhu- berkata, “Dia bukan wanita yang tak tahu malu yang sering keluar rumah. Dia datang dengan menutup seluruh tubuhnya. Ujung pakaiannya digunakannya untuk menutupi wajahnya karena malu.”
Ummul Mukminin ‘Aisyah a pernah bertutur, “Setelah Rasulullah –Shallallah ‘Alaihi Wasallam- dan ayahku (Abu Bakar –Radhiyallahu ‘Anhu-) dikuburkan, aku masuk ke dalam rumah tempat keduanya dikubur dengan melepaskan kain hijabku. Kukatakan, ‘Bahwasanya ini adalah suamiku dan ayahku.’ Namun, setelah ‘Umar –Radhiyallahu ‘Anhu- dikuburkan, demi Allah, aku tidak pernah masuk ke sana kecuali dengan memakai pakaian lengkap (dengan hijab), karena malu kepada ‘Umar –Radhiyallahu ‘Anhu-.”
Subhanallah. Jika terhadap orang yang sudah berada di perut bumi saja ‘Aisyah merasa malu jika tidak berhijab, lalu bagaimana rasa malu ‘Aisyah jika berhadapan dengan orang-orang yang berada di punggung bumi? Sungguh, keadaan wanita zaman ini berkebalikan seratus delapan puluh derajat dengan komitmen ‘Aisyah saat itu! Terhadap orang-orang di punggung bumi yang masih hidup, mereka beratraksi heboh buka-bukaan aurat dan ogah berjilbab, akankah terbersit rasa malu dalam hati mereka kepada orang-orang yang telah dikubur di perut bumi?
Sungguh, para wanita pengumbar aurat yang kini bertebaran di mana-mana, patut disadarkan jiwanya. Jangan-jangan dia selama ini telah turut andil besar mensupport terjadinya berbagai aksi ‘kejahatan syahwat’ yang kini makin marak terpampang sepanjang hari. Pemerkosaan, prostitusi, incest, video mesum, selingkuh…! Pamer aurat yang mereka banggakan selama ini telah ‘sukses’ membenamkan banyak orang ke dalam dengusan syahwat! Dan, mereka pun jauh-jauh hari telah sukses membantai rasa malu yang seharusnya menghiasi hati para wanita suci. Matinya rasa malu akan disusul dengan sekarat iman yang sungguh mengerikan. Tatkala iman telah ‘sekarat’, jiwa pun akan selalu mendorong untuk berbuat semaunya, termasuk berakrab-akrab dengan syahwat!! Na’udzubillah.
Wanita Beriman, Wanita Pemalu
Wahb bin Munabbih bertutur, “Iman itu telanjang, pakaiannya takwa, perhiasannya malu, dan hartanya adalah ‘iffah (menjaga kehormatan).” Maka, wanita beriman adalah wanita anggun-memesona yang selalu berhiaskan takwa, rasa malu dan ‘iffah dalam hidupnya.
sumber: http://akhialbani.wordpress.com/, http://al-atsariyyah.com/malu-bagian-dari-iman.html, http://www.dakwatuna.com/2008/sifat-malu-kaum-wanita/
Dengan beberapa perubahan seperlunya dari editor.
0 komentar:
Posting Komentar